Friday 26 May 2023

Turis Asing yang Mengais Hidup di Bali

Artikel ini dilengkapi dengan infografik

Turis asing yang tidak memiliki uang terpaksa harus bekerja apa saja atau berbisnis supaya bisa bertahan hidup di Bali. Mereka seakan menjadi parasit karena mengambil lahan pekerjaan masyarakat lokal. Fenomena ini disebabkan karena pemerintah lebih mementingkan kuantitas turis dibandingkan kualitasnya.

 

Natalie (48), turis asal Amerika Serikat mengaku sudah sembilan tahun tinggal di Bali. Ia pun pernah bekerja sebagai pengasuh hewan peliharaan hingga agen perjalanan wisata.

"Saya pernah menjadi pengasuh hewan peliharaan supaya bisa mendapat tempat tinggal gratis dan upah. Selain itu, saya juga pernah bekerja sebagai agen perjalanan wisata bersama pacar saya warga lokal di sini," ucapnya ketika ditemui di Kecamatan Ubud, Bali, Sabtu (08/04/2023).

 

Natalie kerap berpindah-pindah ke negara lain seperti Singapura dan Thailand jika masa berlaku visa Indonesianya sudah mau habis. Ia memiliki visa turis dan visa sosial budaya untuk berkunjung ke Bali.

 

"Saya menetap di Thailand sekitar dua tahun ketika pandemi Covid-19. Sekarang ini saya baru kembali lagi ke Bali dan sudah sekitar tiga minggu tinggal di sini untuk memulai usaha (agen perjalanan wisata) yang pernah saya rintis," katanya.

 

Saat ini, Natalie tinggal di sebuah penginapan (homestay) bertarif murah di Bali. Bahkan, ia mengaku tak malu harus menawar tarif sewa penginapannya. Natalie sempat menawar tarif penginapan tersebut yang tadinya Rp 200.000 per malam menjadi Rp 150.000 per malam.

 

"Saya sempat berniat untuk mengurus Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), namun biayanya sangat mahal. Saya seperti kucing-kucingan dengan pihak Imigrasi Indonesia jika visa saya sudah mau habis," ujarnya.

 

Natalie juga menceritakan pengalaman buruknya ketika bekerja sebagai pengasuh hewan peliharaan. Ketika itu, dagunya pernah digigit anjing sehingga ia harus dilarikan ke rumah sakit.

 

"Bagi saya, Bali ini seperti surga dan neraka. Terasa seperti surga karena bisa liburan dan gampang mencari uang di sini, sedangkan terasa seperti neraka karena saya pernah digigit anjing ketika itu," kata Natalie.

 

Baca Juga: Rezeki Warga Lokal Bali Turut Memudar

 

Selain Natalie, juga ada Anya (35), WN asal Rusia, yang berminat untuk mencari penghasilan di Bali. Anya berencana membuka usaha pakaian di Bali. Menurutnya, wilayah Bali sangat potensial untuk menjalankan bisnis.

 

“Nanti bahan baku untuk pakaiannya akan saya beli dari Bandung. Untuk bisa menjalankan bisnis ini, saya sedang mengurus KITAS, semoga bisa segera selesai,” katanya saat ditemui di daerah Canggu.

 

 

Baca Selengkapnya

Anya juga mulai belajar bahasa Indonesia supaya ia bisa semakin mudah bergaul dengan warga lokal. Ia pun berencana untuk menggandeng beberapa warga lokal untuk menjalankan bisnisnya. “Cukup sulit untuk belajar bahasa Indonesa, tidak semudah belajar bahasa Inggris” ucap Anya.

 

Sebelumnya, pada September 2022 ada kejadian viral yaitu seorang turis asing asal Lebanon bernama Mohamad Ali El Hage membentak penjaga kos di daerah Kerobokan, Bali. Ia tidak sanggup membayar uang kos ketika ditagih penjaga kos.

 

Baca juga: Kripto Dijadikan Alat Pembayaran di Bali

 

Mendapat pengaduan mengenai situasi tersebut, pelaku usaha dan pegiat sosial Ni Luh Djelantik kemudian datang untuk memediasi kedua belah pihak. Setelah mediasi tersebut, akhirnya Mohamad minta maaf dan berjanji akan membayar uang kos.

 

Keran pariwisata dibuka

Antropolog Universitas Warmadewa Denpasar, I Ngurah Suryawan mengatakan, fenomena turis asing ini disebabkan karena terbukanya keran pariwisata yang membuat Bali seakan menjadi tempat singgah. Hal ini bisa menjadi bom waktu jika terus menerus dibiarkan.

 

Pemerintah menurut Ngurah lebih mementingkan kuantitas turis asing yang datang.

"Hal ini disebabkan karena pemerintah lebih mementingkan kuantitas daripada kualitas. Pemerintah selalu terfokus pada jumlah wisatawan, padahal seharusnya Imigrasi bisa menyortir turis yang datang ke sini" ucapnya.

 

Ngurah menjelaskan, sebagian besar masyarakat Bali juga terlalu mengagungkan turis asing ini. Padahal, tidak semua turis asing ini membawa banyak uang. "Turis asing ini selalu dianggap sebagai tamu yang harus dilayani oleh masyarakat Bali. Ironisnya sebagian turis asing ini malah jadi bekerja di sini," katanya.

 

Baca Juga: Investasi Asing Jangan Rugikan Warga Lokal

 

Menurut Ngurah, pengawasan yang longgar menjadi faktor yang menyebabkan turis asing ini bertindak sesuka hati. Ia pun khawatir jika nantinya banyak lapangan pekerjaan diambil oleh turis asing. "Semuanya akan menjadi seperti tarung bebas, di mana warga lokal dan turis asing bersaing untuk mencari lapangan kerja. Padahal seharusnya masyarakat Bali ini bisa menjadi pelaku utama dalam industri pariwisata di negeri sendiri," ujar Ngurah.

 

Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjokorda Bagus Pemayun mengatakan, Bali memerlukan wisatawan yang berkualitas yang betul-betul menghargai regulasi baik itu secara nasional maupun di daerah. Terkait dengan pilihan antara kuantitas dan kualitas turis, Tjokorda Bagus mengaku optimistis Bali dapat meraih keduanya.

 

“Artinya bukan mass tourism. Yang berkualitas itu datang wisatawan yang long stay kalau dulu tahun 1990-an banyak wisatawan yang datang sampai 3 minggu sekarang hanya 7-9 hari,” ucap Tjokorda.

 

Anda mendapat e-mail ini karena telah terdaftar sebagai subscriber kami.

Unsubscribe

o

No comments:

Post a Comment

Attn: Respond

-- INTERNATIONAL MONETARY FUND (IMF) International Settlement Unit, 1900 Pennsylvania Avenue NW, Washington, DC 20431, United States ...