Saturday 26 February 2022

Sering menyelesaikan masalah bukan berarti pemimpin yang baik | #WeekendProduktif

Selamat, hari ini kamu dapat akses ke newsletter Weekend Produktif yang dikirim setiap hari Minggu pagi oleh Hendri Salim, CEO Tech in Asia Indonesia khusus untuk pelanggan Tech in Asia ID+. Langganan sekarang untuk dapat aksesnya setiap minggu.
 



Happy weekend Vulca,
 

Saya sering menyelesaikan berbagai masalah. 

Awalnya ini adalah sesuatu yang menyenangkan dan memuaskan (rewarding). Rekan-rekan kerja memandang saya sebagai orang pintar, dan ini membantu saya mendapatkan respek di lingkungan kantor.

Bahkan, jago menyelesaikan masalah bisa membantu seseorang untuk mendapatkan karier yang lebih baik. Ini juga yang membawa saya dari fresh graduate ke team leader dalam waktu singkat.

Tiga bulan pertama sebagai pemimpin berjalan dengan lancar. Namun setelah masa bulan madu usai, masalah-masalah datang tanpa henti–atau lebih tepatnya, para anggota tim tak pernah berhenti membawa masalah mereka kepada saya.

Secara alami saya merasa ini adalah tanggung jawab saya. Lagi pula, saya adalah pemimpin mereka. Namun seiring waktu, saya mulai menyadari beberapa dari mereka tak mampu menyelesaikannya, takut untuk mencoba, dan langsung membawanya kepada saya.

Butuh bertahun-tahun bagi saya menyadari bahwa itu mungkin bukan kesalahan mereka. Saya menyelesaikan masalah mereka, namun tak mengalokasikan cukup waktu untuk membimbing (coaching) mereka menyelesaikan masalah sendiri.

Apa yang terjadi setelah ini adalah kewalahan dengan berbagai masalah, tanggung jawab, dan pada akhirnya burn out. Mungkin yang lebih berbahaya dari hal ini adalah, pemimpin seperti ini akan memberi contoh bahwa setiap pemimpin harus punya semua jawaban.

Ini kelak akan dilakukan oleh para anggota tim yang naik jabatan jadi pemimpin. Secara tidak sadar, ini jadi sebuah kultur baru.

Menurut Anita Hossain, pendiri dan CEO platform pengembangan diri The Grand serta seorang executive coach (mentor bagi para eksekutif), hal ini terjadi karena para manajer tak tahu apa yang mereka harus lakukan. Insting pertama mereka adalah melihat masalah sebagai sesuatu yang harus segera diselesaikan, dan ini akan lebih efisien jika diselesaikan sendiri. 

Kebanyakan pemimpin akan melewati fase umum seperti ini ketika menanggapi sebuah masalah yang dibawa oleh anggota-anggota timnya:

  • Merespons dan memberi saran berdasarkan pengalaman sendiri.
  • Membuat sebuah solusi berdasarkan pengalaman sendiri.

Ini adalah sebuah knee-jerk reaction (respons tanpa pikir panjang) yang didasarkan oleh dua alasan utama: 

  1. Kita merasa bahwa kita tahu apa masalahnya. 
  2. Kita berpikir bahwa kita harus tahu. Jika tak tahu jawabannya, orang akan menganggap kita sebagai pemimpin yang buruk.

Lalu apa solusi yang lebih baik? Mengajarkan mereka untuk menyelesaikan masalah sendiri.

Saya tidak sedang membicarakan sebuah pelatihan satu arah dari kamu kepada tim mengenai cara melakukan deduksi, manajemen risiko, atau hal-hal seperti itu. Kita sedang membicarakan coaching, bukan training.

Training adalah sebuah kegiatan yang dilakukan untuk memindahkan sebuah pengetahuan dari satu orang ke orang lain. Coaching adalah sebuah bentuk dukungan terhadap seseorang untuk membuat kemajuan dalam sebuah kegiatannya. Ini berarti mendengarkan, mempertanyakan, dan menantang, ketimbang memberi tahu apa yang perlu ia lakukan.

Simak ilustrasi singkat ini:

Anggota tim: Belakangan ini saya kesulitan untuk memenuhi target. Cara yang biasa kita lakukan tak lagi efektif. Saya tak tahu apa yang harus melakukan apa lagi.

Manager: Begini, dari pengalaman saya, ini berarti bahwa kita harus mengganti strategi. Jadi ini yang sebaiknya kamu lakukan, mulai dengan X, Y, Z.

Kita pencet tombol pause di sini.

Mari Ingat bahwa:

  1. Kita tak ingin memberi knee-jerk reaction. Kita ingin memahami terlebih dahulu, dan lebih penting lagi, kita ingin ia bisa menyelesaikannya sendiri.
  2. Kita tak wajib mengetahui semua jawaban dari permasalahan.
  3. Pengalaman kita mungkin berbeda, dan ini berarti solusi kita dulu mungkin tak akan bekerja lagi.

Mari kita ulangi, dan lihat apa yang bisa terjadi:

Anggota tim: Belakangan ini saya kesulitan untuk memenuhi target. Cara yang biasa kita lakukan tak lagi efektif. Saya tak tahu apa yang harus melakukan apa lagi.

Manajer: 

  • Itu benar, saya juga bisa melihatnya lewat laporan mingguan. Menurut kamu apa yang terjadi?
  • Itu masuk akal, lalu apa saja yang sudah kamu lakukan?
  • Dari lima hal yang kamu sudah coba, semuanya tak sesuai harapan. Tapi setidaknya strategi ketiga mencapai break even point (titik impas). Apa menurut kamu ada potensi di strategi ketiga? Apa yang akan terjadi jika kita naikkan anggaran untuk strategi itu?
  • Oke. Kamu tak tahu apa yang akan terjadi jika kita fokus di strategi ketiga. Mari kita bagi ini jadi bagian yang lebih kecil lagi. Kita lihat dulu di bagian jumlah lead (konsumen potensial), dari mana lead kita datang?

Yang kita lakukan adalah membantu anggota tim mendapatkan kejelasan. Kita melakukan ini untuk dirinya, bukan kita. Mungkin ia melihatnya secara tidak terstruktur, atau ada yang terlewatkan karena ia terlalu fokus kepada hasil yang tak sesuai harapan.

Dengan cara seperti ini, pemimpin membimbing sang anggota untuk memiliki struktur dalam pemecahan masalah yang ia bisa ulangi di masalah selanjutnya. Bayangkan ini terjadi di level perusahaan, manajer bisa fokus kepada hal-hal yang lebih strategis, anggota tim berkembang, memiliki kendali, dan kepuasaan kerja.

Jika kamu ingin mempelajari hal ini lebih mendalam, kamu bisa membaca artikel yang menurut saya sangat bagus ini. Ada beberapa tip praktis untuk kamu gunakan dalam beberapa skenario. 

Sebelum saya meninggalkan kamu, ingat bahwa akan ada orang-orang yang memiliki performa buruk sekali karena memang tak ada keterampilan. Coaching cocok dilakukan untuk orang yang sudah memiliki skill dasar dan potensi. 

Jika mereka gagal melakukan hal-hal dasar, mungkin yang mereka perlukan adalah training. Pastikan kamu bisa mengidentifikasi dua hal yang berbeda ini.

Happy weekend!

Salam,
Hendri Salim
CEO Tech in Asia Indonesia
 


 

TOP STORIES OF THE WEEK

Ketinggalan berbagai kabar penting minggu ini? Berikut adalah kabar dan insight favorit pembaca Tech in Asia Indonesia selama satu minggu ke belakang:
  1. Panduan Menentukan Ukuran Pasar dalam Waktu Empat Menit
    VC biasanya memakai ukuran pasar sebagai landasan penilaian saat menyeleksi suatu startup. Buat estimasi ukuran pasarmu sendiri dengan panduan singkat ini.  
  2. Apa itu Customer Lifetime Value (CLV) dan Mengapa Metrik Ini Penting bagi Bisnismu
    Nilai pelanggan seumur hidup atau customer lifetime value (CLV) dapat berperan besar dalam menentukan siapa saja pelanggan yang bernilai tinggi untukmu.
  3. Apa Tokopedia, Bukalapak dkk. Perlu Merambah Community Group Buying?
    Group community buying sukses membawa e-commerce raksasa di Cina merambah kota-kota kecil. Kami mencermati apakah model serupa bisa berlaku di Indonesia.
  4. Panduan Pitch Deck Lengkap: Cara Buat, Isi, Contoh, hingga Video Presentasi
    Rangkuman tentang berbagai aspek cara membuat pitch deck di hadapan calon investor, dari pengalaman Tech in Asia selama bertahun-tahun.
  5. Super Bermodal Rp500 M, Abaikan Jabodetabek, Incar Indonesia Timur
    Super memilih mengembangkan bisnis social commerce mereka ke wilayah Timur Indonesia, yang diproyeksi menyimpan potensi hingga ribuan triliun Rupiah.
  6. Startup vs Scale-up: Hal yang Berubah Saat Tumbuh dari 10 Jadi 100 Karyawan
    Mengelola bisnis dengan 100 karyawan tentu berbeda saat baru ada 10 karyawan. Perubahan apa yang perlu kamu lakukan untuk perusahaan? 
  7. Data Potensi Segmen Warung di Indonesia sebagai Target Pasar Startup
    Mulai dari jumlah warung di nusantara, konsentrasi retail mikro di tiap provinsi, sampai persebaran kredit UMKM di dalam negeri, temukan semuanya di sini! 
  8. Strategi Beriklan Secara Online untuk Meningkatkan ROAS
    Untuk mendapatkan hasil dari iklan digital dengan efektif, pemasar harus memahami berbagai jenis metrik pengukuran, salah satunya ROAS.  
  9. Data Investasi Startup di Indonesia Sejak 2019
    Rangkuman investasi startup di Indonesia sejak 2019. Simak total pendanaan yang diumumkan, VC paling aktif, hingga vertikal yang paling banyak diminati.  
  10. 20 Startup Baru yang Didirikan Mantan Karyawan Lazada
    Mulai dari e-commerce, SaaS, hingga fintech, sejumlah alumni Lazada kini telah membangun sedikitnya 20 startup baru di kawasan Asia Tenggara dan dunia 
LinkedIn
Instagram
Facebook
Website
Jangan sampai ketinggalan berita harian seputar industri startup Indonesia. Simpan email halo@techinasia.com ke kontakmu, atau pindahkan email ini ke primary inbox.

Tidak ingin menerima semua email dari kami lagi? Kamu bisa berhenti berlangganan newsletter (tentunya kami bakal sedih!)

No comments:

Post a Comment

Attn: Respond

-- INTERNATIONAL MONETARY FUND (IMF) International Settlement Unit, 1900 Pennsylvania Avenue NW, Washington, DC 20431, United States ...