Thursday 11 November 2021

Memberi Konteks pada Pertumbuhan Ekonomi Digital


Weekly Editorial


 
Hai Vulca,

Dalam keseharian saya bekerja sebagai pemimpin redaksi di Tech in Asia Indonesia, saya sudah cukup sering mendengar klaim-klaim mengambang dari para pemangku kepentingan di industri teknologi.

Maksud saya adalah pernyataan-pernyataan seperti, "Jumlah pengguna internet dalam negeri bertambah," "Pangsa pasar bisnis kami meningkat 10 persen," hingga, "Preferensi konsumen terhadap layanan kami naik." Semua pernyataan tersebut memang terdengar positif, namun selalu menyisakan pertanyaan terbesar di dalam benak saya, apa konteksnya?

Pertambahan jumlah pengguna internet memang kabar bagus bagi para pelaku industri digital, tapi akan berbeda konteksnya jika jumlah pertambahan tersebut mencapai 10 juta orang dibanding hanya 1.000 orang.

Menyebut persentase saja juga tak banyak membantu. Persentase yang disebutkan tak akan berarti banyak bila tidak ada angka yang jadi dasar perhitungannya. Maksud saya, 10 persen dari Rp1 triliun akan lebih berarti dibanding 10 persen dari Rp1 juta, bukan?

Saya paham, ada data-data internal yang tak bisa diungkap ke publik sembarangan karena sesuatu hal. Namun melontarkan pernyataan "setengah matang" hanya untuk meningkatkan citra atau melaporkan kinerja juga tak membantu kita memahami suatu kondisi secara menyeluruh. Bahkan berpotensi menimbulkan salah paham.

Bagi saya pribadi, laporan tahunan tentang perkembangan ekonomi digital Asia Tenggara yang rutin dirilis Google dan Bain & Company adalah sesuatu yang saya nantikan. Laporan-laporan ini memberi sedikit perspektif terhadap perkembangan kondisi yang ada, serta jadi tolok ukur atas klaim-klaim yang biasa dilontarkan oleh para pelaku industri.

Meski Google sendiri adalah pelaku industri teknologi yang punya kepentingan terhadap perkembangan ekonomi digital, setidaknya laporan ini dirilis oleh suatu pihak yang cukup independen dan relevan.

Laporan di penghujung 2021 ini kembali menunjukkan perkembangan yang menggembirakan bagi para penggiat startup tanah air. Tingkat penetrasi internet di dalam negeri telah mencapai hampir 80 persen.

Total nilai transaksi kotor (gross merchandise value) di 2021 pun diperkirakan mencapai US$70 miliar (sekitar Rp1.000 triliun), naik 49 persen dibanding tahun sebelumnya. Bahkan perkiraan nilai ekonomi digital Indonesia pada 2025 nanti pun ditingkatkan jadi US$146 miliar (sekitar Rp2.080 triliun), lebih tinggi 18 persen dibanding tahun sebelumnya.

Sebagai salah seorang pendukung ekonomi digital, angka-angka ini terdengar bagaikan musik di telinga saya. Belum lagi aspek-aspek lain yang juga dibahas di dalam laporan, seperti tendensi para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang menyatakan bakal mengadopsi layanan digital dengan lebih masif, hingga penetrasi layanan fintech yang makin meluas.

Semua ini menyiratkan keyakinan bahwa Indonesia bisa pulih--bahkan kembali tumbuh--dari dampak negatif pandemi secara mantap dari perkiraan saya sebelumnya.
Saya percaya bahwa akan ada gelombang unikorn dalam negeri baru selanjutnya yang akan hadir di 2022 mendatang.

Ada banyak hal lain yang dibahas dalam laporan ini. Bila kamu tak punya waktu untuk membaca seluruh laporan berjumlah 129 halaman ini, kamu bisa membaca ringkasannya tentang ekonomi digital Indonesia lewat tulisan kami di bawah.

Talk to you again next week!


Salam,
Iqbal Kurniawan
Editor-in-Chief, Tech in Asia Indonesia

IN CASE YOU MISSED IT

Ulasan dan kabar seputar industri teknologi dan ekosistem startup yang perlu kamu ketahui:
  1. Pada pertenghaan 2021 lalu, Onlinepajak sempat menyatakan diri telah jadi salah satu unikorn dari Indonesia. Benarkah klaim tersebut? Kami mengusut data valuasinya, serta mengonfirmasinya ke pihak-pihak yang berkepentingan.  
  2. Ula, yang belum lama ini mendapatkan suntikan modal dari perusahaan investasi milik Jeff Bezos, hendak menyediakan layanan pembiayaan. Sang CEO percaya layanan ini bisa meningkatkan kesetiaan para pedagang kecil pada platformnya.
  3. Layanan pembayaran instan masih punya tantangan besar untuk bisa bersinar di Asia Tenggara. Masih ada kemungkinan startup serupa Xendit lainnya untuk menyandang status unikorn.
  4. Mulai dari nilai ekonomi digital Indonesia yang tembus Rp1.000 triliun di 2021, hingga penetrasi internet Indonesia yang hampir mencapai 80 persen dari total populasi. Simak laporan pertumbuhan ekonomi digital Asia Tenggara dari Google di sini.
  5. Antler, salah satu perusahaan modal ventura terkemuka dari Singapura, resmi buka kantor di Jakarta. Targetnya? Mendanai 100 startup dalam negeri dalam 4 tahun ke depan.

EVENT MENDATANG

  • Scaling your startup across Southeast Asia| 16 November 2021
    Simak apa saja tantangan serta peluang yang bakal dihadapi startup di Asia Tenggara. Daftar gratis di sini.
     
  • How startups can build customer growth & retention machines| 24 November 2021
    Bergabunglah di virtual roundtable untuk belajar dari para founder startup sukses di Asia Tenggara tentang cara mendorong pertumbuhan bisnis. Info selengkapnya klik di sini

  • Upskill Fest 2.0 by Tech in Asia ID+ 6-10 December 2021
  • Buat bisnis & kariermu lebih maju. Serta, tingkatkan kemampuan bisnis, digital, dan kreatifmu. Belajar dari para profesional terbaik di program virtual workshop selama 1 minggu. Selengkapnya cek di sini
Terima kasih karena kamu sudah baca sampai habis. Newsletter mingguan ini dikirim dengan cinta (dan sedikit kafein) oleh tim Tech in Asia Indonesia. Sampaikan kritik, saran, dan komentar kamu seputar newsletter kami lewat form ini.

Jangan sampai ketinggalan berita harian seputar industri startup Indonesia. Simpan email halo@techinasia.com ke kontakmu, atau pindahkan email ini ke primary inbox.

Tidak ingin menerima semua email dari kami lagi? Kamu bisa berhenti berlangganan newsletter (tentunya kami bakal sedih!)

No comments:

Post a Comment

[Tips Cuan] Perkaya Menu Restoran anda dengan Knorr Rostip

  Unilever Food Solutions Indonesia   ...