Kami hadir lagi dengan cerita soal kegagalan startup. Setelah pekan lalu Tech in Asia menulis soal perusahaan rintisan yang tergeser zaman dan tak lagi relevan, kali ini kami membagikan kisah founder yang tidak kapok membuat startup, meski sudah dua kali mengalami "gulung tikar".
Berita lain, kami juga mengulik kiat pelaku industri game untuk bisa berkembang tanpa pendanaan konvensional. Menurut data Asosiasi Game Indonesia (AGI), keterlibatan modal perusahaan ventura di industri ini memang cukup kecil, hanya sebesar 3,5 persen.
Mayoritas pelaku studio game di Indonesia masih menggunakan biaya sendiri untuk mengembangkan produknya, mengandalkan dana dari angel investor, dan program inkubator/akselerator sebagai alternatif sumber pendanaan. Lalu, apa yang mereka lakukan agar tetap berjalan?
Setelah harus menutup Gobann dan Kartoo, Serial entrepreneur iini menyatakan masih bakal bikin startup lagi nanti. "Investor cari orang yang pernah gagal."
Kami mengidentifikasi puluhan pelaku industri teknologi kesehatan (healthtech) di Indonesia, lengkap dengan pemetaan layanan dan pitch bisnis masing-masing.
Pendapatan eFishery tumbuh 10 kali lipat lebih dalam rentang 2 tahun. Kinerja positif valuasi startup akuakultur ini membuatnya hampir berstatus unikorn
Daily Digest dibuat dengan cinta (dan sedikit kafein) oleh tim Tech in Asia Indonesia.
Jangan sampai ketinggalan berita harian seputar industri startup Indonesia. Simpan email halo@techinasia.com ke kontakmu, atau pindahkan email ini ke primary inbox.
No comments:
Post a Comment